15 Juni 2011

Metamorfosa - Mendidik Diri Sendiri

Mendidik Diri Sendiri

Oleh : HD Iriyanto (Motivator & Inspirator Religiospiritual, Dosen STMIK AMIKOM Yogyakarta)

Mendidik, menurut Ki Hajar Dewantara, adalah aktivitas menuntun para murid agar mereka tumbuh menjadi manusia yang selamat dan bahagia, baik di dunia maupun akhirat. Kata menuntun memberi pengertian kepada kita bahwa di dalam proses mendidik, seorang guru haruslah sabar dalam memberikan bimbingan kepada murid-muridnya.

Sedang kata selamat dan bahagia, baik di dunia maupun akhirat, memberi makna tersirat bahwa mendidik itu tak sekedar membuat murid menjadi cerdas secara intelektual, tetapi juga harus cerdas secara emosi dan spiritualnya. Karena mendidik pada umumnya ditujukan kepada orang lain, maka mendidik diri sendiri merupakan hal yang jarang kita dengar.

Padahal dari sisi urgensi dan arti pentingnya, mendidik diri sendiri justru menjadi hal yang lebih utama. Apalagi jika kita kaitkan dengan fenomena yang berkembang saat ini, di mana banyak orang sangat piawai ketika harus mendidik orang lain, namun gagal mendidik dirinya sendiri.

Lalu, materi pendidikan apa saja yang perlu kita berikan kepada diri kita sendiri, agar kita tumbuh menjadi manusia yang selamat dan bahagia, baik dunia dan akhirat? Di antara sekian banyak hal yang kita perlukan saat ini, menurut saya, kejujuranlah yang harus menjadi prioritas pertama. Meskipun tidak mudah, tapi tetap harus diperjuangkan. Sebab kejujuran akan membuat hidup kita tenteram, damai, dan sejahtera.

Mendidik diri kita untuk menjadi orang yang jujur, dapat kita lakukan dengan menjalani setiap proses dengan benar dan lurus. Tanpa rekayasa dan tanpa manipulasi. Sebab, sekali saja kita melakukan rekayasa dan manipulasi, kita akan terus dipaksa untuk melakukan hal yang sama agar rekayasa dan manipulasi kita tidak terbongkar. Sehingga benar apa yang sering dikatakan orang, sekali berbohong akan segera diikuti kebohongan berikutnya.

Tenggang rasa berada di urutan berikutnya. Sebab, melalui tenggang rasa, orang bisa dengan mudah dan lapang hati menerima perbedaan. Baik itu perbedaan pendapat, perbedaan keyakinan, perbedaan budaya, dan adat istiadat, perbedaan agama, maupun perbedaan-perbedaan lainnya.

Sebagai warga dari sebuah bangsabyeng begitu pluralis, sikap dan perilaku tenggang rasa menjadi demikian penting. Bukankah berbagai konflik yang seing terjadi di Tanah Air kita, salah satunya disebabkan karena rendahnya sikap dan perilaku tenggang rasa ini?
Adapun prioritas berikutnya yang perlu kita didikkan kepada diri kita adalah kesediaan berkorban untuk kepentingan yang lebih besar. Sikap dan perilaku mulia ini memang sangat terasa saat sebagian warga bangsa ini sedang mengalami musibah. Persoalannya, apakah sikap dan perilaku ini hanya akan muncul jika sedang terkena musibah saja? Bagaimana jika situasinya aman-aman saja? Apakah sikap dan perilaku egois akan kembali mewarnai kepribadian kita?

Mendidik diri sendiri, mungkin sangat kecil dampaknya bagi perbaikan kehidupan bangsa yang carut marut ini. Namun jika hal ini dilakukan secara kolektif, bukannya tidak mungkin berbagai persoalan bangsa, bisa terurai sedikit demi sedikit. Insya Allah.

[Sumber : Republika, 2 Mei 2011]

0 komentar:

Posting Komentar